Langsung ke konten utama

Unggulan

Biarkan Aku Mengenang

Tulisan ini aku tunjukkan sebagai apresiasi kepada teman-teman seperjuangan yang ku temui dan ku kenal semasa aku kuliah. Sebelumnya terima kasih, terima kasih karena sudah bersedia menjadi bagian dari kisah hidupku. Menjadi orang-orang penting dalam memori indah ku semasa kuliah. Kalian semua yang telah ku kenal adalah bagian terpenting yang Allah kiriman semata untuk membantu ku bertumbuh. Aku masih ndak menyangka akan jadi sarjana pertama di keluargaku. Sarjana pendidikan pertama. Rasanya seperti terbangun dari mimpi indah tapi dengan dokumentasi yang terus-terusan bisa dikenang. Aku bersyukur kepada Allah atas kesempatan paling berharga yang diberikan karena tanpa-Nya aku tidak akan mungkin bisa sampai menulis kisah di hari ini. Semua perjuangan ku semasa kuliah tidak ada apa-apanya bila dibandingkan do'a dan usaha orang tuaku, juga dukungan baik finansial dari Kementerian Pendidikan atau pun semangat dan bantuan pikiran dari teman-teman yang ku temui semasa kuliah. Aku merasa ...

Kamar Nomor 09 Kesayanganku

 Hari ini, tanggal 07 Juni 2024. Hari di mana aku akhirnya harus merelakan sebuah ruangan kesayanganku kepada pemiliknya. Sebuah ruangan yang 2 setengah tahunan lamanya telah menemani hari-hari terberatku. Ruangan yang menyimpan banyak sekali kenangan semasa kuliah, ruangan kesukaanku. Entah kenapa rasanya berat sekali melepas ruangan itu, rasanya seperti tidak bisa merelakan, rasanya seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga, rasanya menyakitkan. Tapi suka tidak suka harus kulepaskan karena tidak etis jika harus menggenggam sesuatu yang kita sayangi terlalu lama padahal akhirnya harus merelakan juga. Mungkin kamu berpikir aku terlalu lebay hanya untuk sebuah ruangan, terserahlah. Tapi izinkan aku membagi sedikit kenangannya padamu.


Aku mengenal kostan itu pertama kali dari seorang kakak tingkat jurusan kedokteran yang kukenal melalui sebuah organisasi kemahasiswaan terkenal di kampusku. Ada sebuah acara yang diadakan jauh dari kampus dan harus menginap, sebagai mahasiswa online yang belum memiliki tempat menetap, aku meminta izin untuk menginap kepada katingku itu. Saat itu dia menghuni kamar paling ujung, kamar yang sebenarnya aku incar ketika akhirnya dia diwisuda dan meninggalkan kostan itu. Tapi tidak, aku akhirnya menyewa kamar lain di sana, kamar kosong nomor 09. Letak kamar itu ada di lantai bawah, persis di samping kamar milik penjaga kostan. Aku memilih kamar itu karena kamar mandinya yang luas, ku pikir akan menguntungkan untuk mencuci dan lain-lain di dalam kamar mandi seluas itu dengan aku yang sebenarnya sedikit geli untuk mencampur tempat buang air kecil dengan tempat mencuci dan wudhu. Sebenarnya, sebelum memutuskan untuk tinggal di sana, aku sempat melihat lihat beberapa kostan lainnya, bahkan sempat ku DP dengan jumlah yang cukup besar dan uangnya hilang karena aku tidak kunjung kembali ke sana.


 Satu dua minggu pertama menghuni kamar itu rasanya menyiksa sekali, tinggal jauh dari rumah, dari ibu dan bapak. Rinduku menumpuk-numpuk tinggi sekali tidak terkira. Rasanya ingin pulang setiap saat. Namun semua tugas kuliah dan obrolan-obrolan di kampus akhirnya mengalihkan fokusku untuk memikirkan rumah. Aku mulai betah tinggal di sana, mulai merasakan ketenangan, juga kesepian dan kesendirian. Aku suka, jujur aku benar-benar menyukai kamar itu. Dia menampung aku dengan segala kekuranganku, menampung seluruh tangis dan tawaku, menampung seluruh ide-ide gilaku tentang dunia kepenulisan, tugas kuliah, juga kisah hubunganku selama ini. Kamar itu bagai saksi bisu kehidupan perkuliahanku. Kamar itu bagai sahabat yang membisikkan pemikiran-pemikiran gila tentang masa depan, tentang ide-ide baru, dan teman mengerjakan skripsiku 10 bulan terakhir ini. Ya... aku sekalipun tidak pernah mengerjakan skripsiku itu di caffe atau tempat-tempat keren di luar sana. Aku memulai dan menyelesaikan semua itu di dalam ruangan nomor 09 dengan keluh, tangis, juga bahagia. Bahkan ketika aku benar-benar kecewa pada proses skripsiku, pada tanggal seminar dan sidang yang mundur sebulan, pada setiap revisi-revisi memusingkan, pada setiap malam-malam penuh keluh kesah kamar nomor 09 menemani keheningan penuh sesak dalam hatiku. Setelah hari ini tidak akan ada lagi moment menunggu motor pacarku di depan jendelanya, moment menyimpan buket bunga, juga hadiah dari teman-teman atas pencapaian kecilku, moment membeli galon juga jajanan-jajanan itu, moment menangisi beberapa hal yang menyedihkan dan menjengkelkan, moment melihat lantainya basah karena tetesan air dari bajuku yang kehujanan ketika pulang dari Pringsewu, moment revisi draft skripsiku, malam-malam menenangkan, serta semua moment indah kita. Setelah hari ini tidak akan ada lagi moment indah pulang ke kostan dari kampus sore hari ditemani awan jingga, tidak akan ada lagi tempat menginap dan berteduh ketika aku mengunjungi Bandar Lampung, tidak akan ada lagi moment dijemput pacarku malam hari untuk keliling kota dan mengobrol di depan gerbangmu, tidak akan ada lagi tempat tenang untuk menangis, tidak akan ada lagi tempat nyaman untuk berkeluh dan meronta, tidak akan ada lagi saat-saat paling membahagiakan membuka paket dan buku-buku baru di dalam kamar itu.


Sekarang aku harus merelakannya, aku benar-benar harus merelakannya. Membiarkan dia dihuni oleh orang lain, membiarkan dia melukis kisah baru bersama penghuni-penghuni setelah aku, membiarkan dia jadi tempat keluh kesah orang lain. Semoga orang itu bisa merawat dia lebih baik daripada aku, menjaga dia lebih baik daripada aku, memiliki kisah perkuliahan yang jauh lebih menarik daripada kisah milikku. Terima kasih sahabat, maaf karena aku kurang pandai menjagamu. Mulai sore ini dan seterusnya hari-hariku adalah tentang mengenang saat-saaat indah bersamamu. Aku harus, harus merelakanmu karena kenyataannya aku tidak akan pernah bisa lagi mengunjungimu, selamanya.


Asrama Wong Kito Kampung Baru, Bandar Lampung, Kamar Kostan Nomor 09 Kesayanganku, 2024

Rosantien.

Komentar

Postingan Populer